Sabtu, 20 November 2010
Filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka dalam lakon Semar
Dalam Etika Jawa ( Sesuno, 1988 : 188 ) disebutkan bahwa Semar dalam pewayangan adalah punakawan ” Abdi ” Pamomong ” yang paling dicintai. Apabila muncul di depan layar, ia disambut oleh gelombang simpati para penonton. Seakan-akan para penonton merasa berada dibawah pengayomannya.
Simpati para penonton itu ada hubungannya dengan mitologi Jawa atau Nusantara yang menganggap bahwa Semar merupakan tokoh yang berasal dari Jawa atau Nusantara ( Hazeu dalam Mulyono 1978 : 25 ). Ia merupakan dewa asli Jawa yang paling berkuasa ( Brandon dalam Suseno, 1988 : 188 ). Meskipun berpenampilan sederhana, sebagai rakyat biasa, bahkan sebagai abdi, Semar adalah seorang dewa yang mengatasi semua dewa. Ia adalah dewa yang ngejawantah ” menjelma ” ( menjadi manusia ) yang kemudian menjadi pamong para Pandawa dan ksatria utama lainnya yang tidak terkalahkan.
Oleh karena para Pandawa merupakan nenek moyang raja-raja Jawa ( Poedjowijatno, 1975 : 49 ) Semar diyakini sebagai pamong dan danyang pulau Jawa dan seluruh dunia ( Geertz 1969 : 264 ). Ia merupakan pribadi yang bernilai paling bijaksana berkat sikap bathinnya dan bukan karena sikap lahir dan keterdidikannya ( Suseno 1988 : 190 ). Ia merupakan pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe ” sepi akan maksud, rajin dalam bekerja dan memayu hayuning bawana ” menjaga kedamaian dunia ( Mulyono, 1978 : 119 dan Suseno 1988 : 193 )
Dari segi etimologi, joinboll ( dalam Mulyono 1978 : 28 ) berpendapat bahwa Semar berasal dari sar yang berarti sinar ” cahaya “. jadi Semar berarti suatu yang memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut juga Nurcahya atau Nurrasa ( Mulyono 1978 : 18 ) yang didalam dirinya terdapat atau bersemayam Nur Muhammad, Nur Illahi atau sifat Ilahiah. Semar yang memiliki rupa dan bentuk yang samar, tetapi mempunyai segala kelebihan yang telah disebutkan itu, merupakan simbol yang bersifat Ilahiah pula ( Mulyono 1978 : 118 – Suseno 1988 : 191 ). Sehubungan dengan itu, Prodjosoebroto ( 1969 : 31 ) berpendapat dan menggambarkan ( dalam bentuk kaligrafi ) bahwa jasat Semar penuh dengan kalimat Allah.
Sifat ilahiah itu ditunjukkan pula dengan sebutan badranaya yang berarti ” pimpinan rahmani ” yakni pimpinan yang penuh dengan belas kasih ( timoer, tt : 13 ). Semar juga dapat dijadikan simbol rasa eling ” rasa ingat ” ( timoer 1994 : 4 ), yakni ingat kepada Yang Maha Pencipta dan segala ciptaanNYA yang berupa alam semesta. Oleh karena itu sifat ilahiah itu pula, Semar dijadikan simbol aliran kebatinan Sapta Darma ( Mulyono 1978 : 35 )
Berkenaan dengan mitologi yang merekfleksikan segala kelebihan dan sifat ilahiah pada pribadi Semar, maka timbul gagasan agar dalam pementasan wayang disuguhkan lakon ” Semar Mbabar Jati Diri “. gagasan itu muncul dari presiden Suharto dihadapan para dalang yang sedang mengikuti Rapat Paripurna Pepadi di Jakarta pada tanggal, 20-23 Januari 1995. Tujuanya agar para dalang ikut berperan serta menyukseskan program pemerintah dalam pembangunan manusia seutuhnya, termasuk pembudayaan P4 ( Cermomanggolo 1995 : 5 ). Gagasan itu disambut para dalang dengan menggelar lakon tersebut. Para dalang yang pernah mementaskan lakon itu antara lain : Gitopurbacarita, Panut Darmaka, Anom Suroto, Subana, Cermomanggolo dan manteb Soedarsono ( Cermomanggolo 1995 : 5 – Arum 1995 : 10 ). Dikemukan oleh Arum ( 1995:10 ) bahwa dalam pementasan wayang kulit dengan lakon ” Semar Mbabar Jadi Diri ” diharapkan agar khalayak mampu memahami dan menghayati kawruh sangkan paraning dumadi ” ilmu asal dan tujuan hidup, yang digali dari falsafat aksara Jawa Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi yang bersumber filsafat aksara Jawa itu sejalan dengan pemikiran Soenarto Timoer ( 1994:4 ) bahwa filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka mengandung makna sebagai sumber daya yang dapat memberikan tuntunan dan menjadi panutan ke arah keselamatan hidup. Sumber daya itu dapat disimbolkan dengan Semar yang berpengawak sastra dentawyanjana. Bahkan jika mengacu pendapat Warsito ( dalam Ciptoprawiro 1991:46 ) bahwa aksara Jawa itu diciptakan Semar, maka tepatlah apabila pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi tersebut bersumberkan filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka
Simpati para penonton itu ada hubungannya dengan mitologi Jawa atau Nusantara yang menganggap bahwa Semar merupakan tokoh yang berasal dari Jawa atau Nusantara ( Hazeu dalam Mulyono 1978 : 25 ). Ia merupakan dewa asli Jawa yang paling berkuasa ( Brandon dalam Suseno, 1988 : 188 ). Meskipun berpenampilan sederhana, sebagai rakyat biasa, bahkan sebagai abdi, Semar adalah seorang dewa yang mengatasi semua dewa. Ia adalah dewa yang ngejawantah ” menjelma ” ( menjadi manusia ) yang kemudian menjadi pamong para Pandawa dan ksatria utama lainnya yang tidak terkalahkan.
Oleh karena para Pandawa merupakan nenek moyang raja-raja Jawa ( Poedjowijatno, 1975 : 49 ) Semar diyakini sebagai pamong dan danyang pulau Jawa dan seluruh dunia ( Geertz 1969 : 264 ). Ia merupakan pribadi yang bernilai paling bijaksana berkat sikap bathinnya dan bukan karena sikap lahir dan keterdidikannya ( Suseno 1988 : 190 ). Ia merupakan pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe ” sepi akan maksud, rajin dalam bekerja dan memayu hayuning bawana ” menjaga kedamaian dunia ( Mulyono, 1978 : 119 dan Suseno 1988 : 193 )
Dari segi etimologi, joinboll ( dalam Mulyono 1978 : 28 ) berpendapat bahwa Semar berasal dari sar yang berarti sinar ” cahaya “. jadi Semar berarti suatu yang memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut juga Nurcahya atau Nurrasa ( Mulyono 1978 : 18 ) yang didalam dirinya terdapat atau bersemayam Nur Muhammad, Nur Illahi atau sifat Ilahiah. Semar yang memiliki rupa dan bentuk yang samar, tetapi mempunyai segala kelebihan yang telah disebutkan itu, merupakan simbol yang bersifat Ilahiah pula ( Mulyono 1978 : 118 – Suseno 1988 : 191 ). Sehubungan dengan itu, Prodjosoebroto ( 1969 : 31 ) berpendapat dan menggambarkan ( dalam bentuk kaligrafi ) bahwa jasat Semar penuh dengan kalimat Allah.
Sifat ilahiah itu ditunjukkan pula dengan sebutan badranaya yang berarti ” pimpinan rahmani ” yakni pimpinan yang penuh dengan belas kasih ( timoer, tt : 13 ). Semar juga dapat dijadikan simbol rasa eling ” rasa ingat ” ( timoer 1994 : 4 ), yakni ingat kepada Yang Maha Pencipta dan segala ciptaanNYA yang berupa alam semesta. Oleh karena itu sifat ilahiah itu pula, Semar dijadikan simbol aliran kebatinan Sapta Darma ( Mulyono 1978 : 35 )
Berkenaan dengan mitologi yang merekfleksikan segala kelebihan dan sifat ilahiah pada pribadi Semar, maka timbul gagasan agar dalam pementasan wayang disuguhkan lakon ” Semar Mbabar Jati Diri “. gagasan itu muncul dari presiden Suharto dihadapan para dalang yang sedang mengikuti Rapat Paripurna Pepadi di Jakarta pada tanggal, 20-23 Januari 1995. Tujuanya agar para dalang ikut berperan serta menyukseskan program pemerintah dalam pembangunan manusia seutuhnya, termasuk pembudayaan P4 ( Cermomanggolo 1995 : 5 ). Gagasan itu disambut para dalang dengan menggelar lakon tersebut. Para dalang yang pernah mementaskan lakon itu antara lain : Gitopurbacarita, Panut Darmaka, Anom Suroto, Subana, Cermomanggolo dan manteb Soedarsono ( Cermomanggolo 1995 : 5 – Arum 1995 : 10 ). Dikemukan oleh Arum ( 1995:10 ) bahwa dalam pementasan wayang kulit dengan lakon ” Semar Mbabar Jadi Diri ” diharapkan agar khalayak mampu memahami dan menghayati kawruh sangkan paraning dumadi ” ilmu asal dan tujuan hidup, yang digali dari falsafat aksara Jawa Ha-Na-Ca-Ra-Ka. Pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi yang bersumber filsafat aksara Jawa itu sejalan dengan pemikiran Soenarto Timoer ( 1994:4 ) bahwa filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka mengandung makna sebagai sumber daya yang dapat memberikan tuntunan dan menjadi panutan ke arah keselamatan hidup. Sumber daya itu dapat disimbolkan dengan Semar yang berpengawak sastra dentawyanjana. Bahkan jika mengacu pendapat Warsito ( dalam Ciptoprawiro 1991:46 ) bahwa aksara Jawa itu diciptakan Semar, maka tepatlah apabila pemahaman dan penghayatan kawruh sangkan paraning dumadi tersebut bersumberkan filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka
By : Raja11
Biografi Semar
Apa itu Semar dalam pewayangan, pastinya kita bertanya tanya akan biografinya. Maka blog ini akan sedikit memberikan wawasan pengetahuan tentang Biografi Si-SEMAR.
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Filosofi, Biologis Semar
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”.
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.
Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. Semar barjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.
Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. Semar barjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok semar adalah :
Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Gambar tokoh Semar nampaknya merupakan simbol pengertian atau konsepsi dari aspek sifat Ilahi, yang kalau dibaca bunyinya katanya ber bunyi :
Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati.
Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati.
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya “merdekanya jiwa dan sukma“, maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.
By : Raja11
Batara Semar
Dalam Al-Kisah pewayangan pastinya kita mengetahui adanya SEMAR. Batara Semar atau Batara Ismaya, hidup di alam Sunyaruri, sering turun ke dunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasanta, seorang abdi dari Pertapaan Saptaarga. Mengingat bahwa bersatunya antara Batara Ismaya dan Janggan Semarasanta yang kemudian populer dengan nama Semar merupakan penyelenggaraan Illahi, maka munculnya tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Sang Illahi dalam kehidupan nyata dengan cara yang tersamar, penuh misteri.
Dari bentuknya saja, tokoh ini tidak mudah diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok, seperti layaknya wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun mata selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun bukankah ia adalah Batara Ismaya atau Batara Semar, seorang Dewa anak Sang Hyang Wisesa, pencipta alam semesta.
Dengan penggambaran bentuk yang demikian, dimaksudkan bahwa Semar selain sosok yang sarat misteri, ia juga merupakan simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar tersimpan karakter wanita, karakter laki-laki, karakter anak-anak, karakter orang dewasa atau orang tua, ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar semakin lengkap, ditambah dengan jimat Mustika Manik Astagina pemberian Sang Hyang Wasesa, yang disimpan di kuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu; terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit, panas dan dingin. Delapan macam kasiat Mustika Manik Astagina tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa, walaupun Semar hidup di alam kodrat, ia berada di atas kodrat. Ia adalah simbol misteri kehidupan, dan sekaligus kehidupan itu sendiri.
Jika dipahami bahwa hidup merupakan anugerah dari Sang Maha Hidup, maka Semar merupakan anugerah Sang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti Semar adalah gambaran riil, bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai dan menghidupi hidup itu sendiri, hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara dan dicintai maka hipup tersebut akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawula lan Gusti. Pada upaya bersatunya antara kawula dan Gusti inilah, Semar menjadi penting. Karena berdasarkan makna yang disimbolkan dan terkandung dalam tokoh Semar, maka hanya melalui Semar, bersama Semar dan di dalam Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Tuhannya.
Selain sebagai simbol sebuah proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Illahi (wahyu) kepada titahnya, Ini disimbolkan dengan kepanjangan nama dari Semar, yaitu Badranaya. Badra artinya Rembulan, atau keberuntungan yang baik sekali. Sedangkan Naya adalah perilaku kebijaksanaan. Semar Badranaya mengandung makna, di dalam perilaku kebijaksanaan, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik sekali, bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapatkan wahyu.
Dari bentuknya saja, tokoh ini tidak mudah diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok, seperti layaknya wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun mata selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun bukankah ia adalah Batara Ismaya atau Batara Semar, seorang Dewa anak Sang Hyang Wisesa, pencipta alam semesta.
Dengan penggambaran bentuk yang demikian, dimaksudkan bahwa Semar selain sosok yang sarat misteri, ia juga merupakan simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar tersimpan karakter wanita, karakter laki-laki, karakter anak-anak, karakter orang dewasa atau orang tua, ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar semakin lengkap, ditambah dengan jimat Mustika Manik Astagina pemberian Sang Hyang Wasesa, yang disimpan di kuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu; terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit, panas dan dingin. Delapan macam kasiat Mustika Manik Astagina tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa, walaupun Semar hidup di alam kodrat, ia berada di atas kodrat. Ia adalah simbol misteri kehidupan, dan sekaligus kehidupan itu sendiri.
Jika dipahami bahwa hidup merupakan anugerah dari Sang Maha Hidup, maka Semar merupakan anugerah Sang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti Semar adalah gambaran riil, bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai dan menghidupi hidup itu sendiri, hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara dan dicintai maka hipup tersebut akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawula lan Gusti. Pada upaya bersatunya antara kawula dan Gusti inilah, Semar menjadi penting. Karena berdasarkan makna yang disimbolkan dan terkandung dalam tokoh Semar, maka hanya melalui Semar, bersama Semar dan di dalam Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Tuhannya.
Selain sebagai simbol sebuah proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Illahi (wahyu) kepada titahnya, Ini disimbolkan dengan kepanjangan nama dari Semar, yaitu Badranaya. Badra artinya Rembulan, atau keberuntungan yang baik sekali. Sedangkan Naya adalah perilaku kebijaksanaan. Semar Badranaya mengandung makna, di dalam perilaku kebijaksanaan, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik sekali, bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapatkan wahyu.
Dalam lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Badranaya menjadi rebutan para raja, karena dapat dipastikan, bahwa dengan memiliki Semar Badranaya maka wahyu akan berada dipihaknya.
Menjadi menarik bahwa ada dua sudut pandang yang berbeda, ketika para satria raja maupun pendeta memperebutkan Semar Badranaya dalam usahanya mendapatkan wahyu. Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Badranaya sebagai sarana phisik untuk sebuah target. Mereka meyakini bahwa dengan memboyong Semar, wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya sang wahyu didapatkan. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sabrang, atau juga tokoh lain yang hanya menginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapatkan wahyu, tanpa harus menjalani laku yang rumit dan berat.
Sudut pandang ke dua adalah mereka yang mendudukan Semar Badranaya sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konsekwensinya bahwa mereka mau membuka hati agar Semar Badranaya masuk, tinggal dan menyertai kehidupannya, sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Penganut pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Saptaarga. Dari ke dua sudut pandang itulah dibangun konflik, dalam usahanya memperebutkan turunnya wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptaarga.
Mengapa wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptaarga? Karena keturunan Saptaarga selalu mengajarkan perilaku kebijaksannan, semenjak Resi Manumanasa hingga sampai Harjuna. Di kalangan Saptaarga ada warisan tradisi sepiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi tersebut antara lain; sikap rendah hati, suka menolong sesama, tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur dan laku lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah, maka keturunan Saptaarga kuat diemong oleh Semar Badranaya.
Masuknya Semar Badranaya dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara Illahi di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya, anugerah Ilahi yang berujud wahyu akan bersemayam di dalamnya. Karena apa yang tersembunyi di balik tokoh Semar adalah Wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang tamak dan dibuka bagi orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang dilakukan keturunan Saptaarga.
Menjadi menarik bahwa ada dua sudut pandang yang berbeda, ketika para satria raja maupun pendeta memperebutkan Semar Badranaya dalam usahanya mendapatkan wahyu. Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Badranaya sebagai sarana phisik untuk sebuah target. Mereka meyakini bahwa dengan memboyong Semar, wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya sang wahyu didapatkan. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sabrang, atau juga tokoh lain yang hanya menginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapatkan wahyu, tanpa harus menjalani laku yang rumit dan berat.
Sudut pandang ke dua adalah mereka yang mendudukan Semar Badranaya sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konsekwensinya bahwa mereka mau membuka hati agar Semar Badranaya masuk, tinggal dan menyertai kehidupannya, sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Penganut pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Saptaarga. Dari ke dua sudut pandang itulah dibangun konflik, dalam usahanya memperebutkan turunnya wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptaarga.
Mengapa wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptaarga? Karena keturunan Saptaarga selalu mengajarkan perilaku kebijaksannan, semenjak Resi Manumanasa hingga sampai Harjuna. Di kalangan Saptaarga ada warisan tradisi sepiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi tersebut antara lain; sikap rendah hati, suka menolong sesama, tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur dan laku lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah, maka keturunan Saptaarga kuat diemong oleh Semar Badranaya.
Masuknya Semar Badranaya dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara Illahi di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya, anugerah Ilahi yang berujud wahyu akan bersemayam di dalamnya. Karena apa yang tersembunyi di balik tokoh Semar adalah Wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang tamak dan dibuka bagi orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang dilakukan keturunan Saptaarga.
Semoga menjadi tambahan wawasan untuk kita semua agar kita lebih mengenal pengetahuan tentang pewayangan.
By : Raja11
Simbul Punokawan
Semar, Gareng, Petruk dan Bagong
Secara umum, Punakawan melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Para tokoh punakawan juga berfungsi sebagai pamomong (pengasuh) untuk tokoh wayang lainnya. Pada dasarnya setiap manusia umumnya memerlukan pamomong, mengingat lemahnya manusia, hidupnya perlu orang lain (makhluk sosial) yang dapat membantunya mengarahkan atau memberikan saran / pertimbangan. Pamomong dapat diartikan pula sebagai guru / mursyid terhadap salik yang dalam upaya pencerahan jati diri.
By : Raja11
Jumat, 19 November 2010
Drupadi dan Srikandi dalam Dua Versi
Versi Mahabarata
Kisah drupadi pada Mahabarata diawali dari sayembara yang diadakan oleh ayahnya, prabu Drupada.
Isi sayembara: siapa bisa mengankat busur dan memanahkan anak panah pada cakra yang terus berputar, dia yang berhak mempersunting drupadi. Pada hari sayembara, banyak para ksatria yang tidak mampu menjawab tantang itu, sampai kemudian Karna berhasil melakukannya. Sayang, drupadi enggan bersuamikan seorang anak kusir. Maka majulah seorang brahmana yang sanggup menjawab tantangan itu, dia adalah arjuna. Namun karena Arjuna mengikuti sayembara atas nama Pandawa, akhirnya drupadi menjadi istri bagi kelima pandawa (poliandri). Dari kelima suaminya itu drupadi beroleh lima orang putra: Pratiwinda, Sutasoma, Srutakirti, Satanika, Srutakama.
Pada versi jawa.
Kisah drupadi diawali dari “Sayembara Gandamana”, patih kerajaan Pancala itu buat tantangan siapa yang bisa mengalahkan dia berhak mempersunting putri rajanya. Yang memenangkan sayembara itu adalah Bima (sebenarnya Gandamana unggul, tetapi ketika ia berhasil melumpuhkan Bima, panegak pandawa itu nangis dan menyebut nama ayahnya: Pandu Dewanata, sehingga gandamana trenyuh teringat pada mantan Rajanya itu dan akhirnya justru mewariskan aji bandung bandawasa). Tetapi karena Bima ikut sayembara bukan untuk dirinya tetapi untuk Puntadewa, akhirnya ia menjadi istri bagi Puntadewa saja. Dari Puntadewa ini, drupadi mempunya anak raden Pancawala. Perubahan cerita ini karena Poliandri (seorang wanita bersuamikan lebih dari satu suami) itu dilarang dalam hukum Islam.
SRIKANDI
(Versi Mahabharata)
Dewi Amba sakit hati karena cintanya pada raja Salwa dari Saubala akhirnya harus pupus karena Bisma memenangkan Sayembara untuk memperoleh dirinya. Namun ketika ia akhrinya menyerahkan dirinya pada Bisma, putra Santanu itu pun menolaknya, sebab ia ikut sayembara untuk adiknya lain Ibu: Wichitrawirya. Sakit hati kerena merasa dipermalukan, Dewi Amba ini kemudian bertapa dan berdoa pada para dewa agar bisa membalas sakit hatinya itu. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi, putri prabu Drupada.
Suatu saat, Drupada mengambil untaian bunga (yang diletakkan oleh Dewi Amba saat ia meninggalkan Hastinapura karena sakit hati) dan mengalungkannya pada Srikandi. Ajaib, kelamin putrinya itu berubah jadi laki-laki.
Menurut Wiracarita Mahabarata, srikandi ini tetap sebagai pria (meskipun penampilannya seorang wanita) dan dia punya seorang Istri. (Ini artinya, menurut Mahabarata, Srikandi itu bukan istri Arjauna)
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang “seorang wanita”, ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma sampai akhirnya senopati tua itu terbunuh.
(Versi Jawa)
Srikandi adalah putri prabu Drupada yang tetap menjadi seorang putri. Dalam lakon “Mbangun Taman Maerokoco”, ia diajari memanah oleh Arjuna dan akhirnya menikah dan beroleh seorang putra. Ini artinya, Srikandi tetap sebagai wanita, beda dengan wiracarita Mahabarata, dimana Srikandi berkelamin laki-laki (walau penampilannya seperti wanita).
Dalam cerita Jawa, Srikandi pernah menjadi seorang satria: Bambang Kandihawa yang menikah berhubungan dengan seorang resi Amintuna (jelmaan Arjuna) dan beroleh keturunan: Nirbita Niwatakawaca (dialah yang pernah memaksa melamar Bathari Supraba tetapi gagal karena bisa dibunuh oleh Begawan Ciptowening, jelmaan Arjuna, alias bapaknya sendiri). Cerita ini rumit sekali
Dalam cerita Jawa, Srikandi pernah menjadi seorang satria: Bambang Kandihawa yang menikah berhubungan dengan seorang resi Amintuna (jelmaan Arjuna) dan beroleh keturunan: Nirbita Niwatakawaca (dialah yang pernah memaksa melamar Bathari Supraba tetapi gagal karena bisa dibunuh oleh Begawan Ciptowening, jelmaan Arjuna, alias bapaknya sendiri). Cerita ini rumit sekali
Dalam lakon Seta Gugur (dibawakan dengan sangat apik oleh dalang favorit, Ki Hadi Sugito). Kita mendengar kisah Srikandi yang sebenarnya bisa saja dikalahkan oleh Bisma. Tetapi ketika bayangan Dewi Amba muncul dalam diri Srikandi, Bisma pun takluk dan akhirnya menemui kematian diterjang panah Srikandi.
Akhir hidup Srikandi sama antara versi jawa dan mahabarata yakni dibunuh oleh Aswatama pasca perang Barathayuda, saat mereka sedang merayakan kelahiran anak Abimanyu dari Utari: Parikesit.
Ajaran Sunan Kalijaga Tentang Cupu Manik Astagina
Salah satu peninggalan dari nenek moyang kita, yang perlu diuraikan agar menjadi pedoman hidup menuju masyarakat yang sejahtera adalah Asta-brata. Asta artinya delapan, brata artinya tindakan. Jadi, Asta-brata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan. Asta-brata ini diambil dari inti sari wasiat Cupu Manik Asta Gina, atau pegangan hokum bagi para dewa. Konon dengan berpegang pada hokum ini, para dewa dapat memimpin umat manusia menuju kesejahteraan dan kedamaian.
Kalau setiap orang, terutama para pemimpin, berpegang pada asta-brata, maka masyarakat yang sejahtera tidak mustahil terwujud di bumi ini. Adapun asta-brata secara mudah dan jelas digambarkan atau diwujudkan dalam rupa :
1. Wanita: wanita,
2. Garwa; jodoh
3. Wisma : rumah
4. Turangga : kuda tunggangan
5. Curiga : keris, atau senjata
6. Kukila : burung berkutut
7. Waranggana : ronggeng- penari wanita
8. Pradangga : gamelan-bebunyian berirama
1. Wanita: wanita,
2. Garwa; jodoh
3. Wisma : rumah
4. Turangga : kuda tunggangan
5. Curiga : keris, atau senjata
6. Kukila : burung berkutut
7. Waranggana : ronggeng- penari wanita
8. Pradangga : gamelan-bebunyian berirama
Orang atau pemimpin yang utama harus memiliki (mengalami) delapan hal tersebut diatas.Banyak orang yang salah paham, berusaha mempunyai delapan rupa tersebut dalam wujud sebenarnya. Hal demikian ini takkan terwujud. Sesungguhnya delapan hal tersebut sekadar kiasan, dan bukan berarti setiap orang harus memiliki barangnya, tetapi memiliki atau mengalami arti dan wangsitnya.
Wanita, artinya seorang perempuan, yang elok dan cantik, siapapun yang melihat pasti ingin memilikinya. Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu keindahan, sebuah cita-cita yang tinggi. Agar cita-cita itu dapat tercapai, maka orang perlu berusaha sekuat tenaga, belajar, tirakat dan sebagainnya, sebagaimana seorang pemuda yang ingin menggaet dan memiliki gadis cantik.
Garwa, artinya jodoh, suami istri, yang sehati. Garwo sering diartikan sigaraning nyawa, belahan jiwa, jiwa satu dibelah dua atau dua badan satu nyawa. Jadi garwa mengandung arti bahwa setiap orang harus dapat menyesuaikan diri, bisa bergaul dengan siapapun, semua orang dianggap sebagai kawan, hidup rukun dan damai, mencintai sesama, tidak membeda-bedakan orang. Semuanya dianggap sebagai garwa, teman sehidup semati.
Wisma, artinya rumah. Rumah adalah tempat berlindung memiliki ruangan yang luas berpetak-petak untuk menyimpan aneka macam barang. Semuannya dapat dimasukkan kedalam rumah. Demikianlah, setiap orang hendaknya bersifat rumah, yakni dapat menerima siapapun dan membutuhkan perlindungan, sanggup menyimpan dan mengatur segala sesuatu, pun dapat mengeluarkan pikiran dan bertindak bijaksana dan teratur menurut tempat, waktu dan kedaannya.
Turangga, berarti kuda tunggangan, yang kuat dan bagus. Kuda tunggangan bisa berlari cepat, bisa berlari pelan, bisa berjalan sambil menari-nari. Sebaliknya kuda tunggangan juga bisa berlari cepat dengan arah yang tak menentu, bisa terguling kedalam jurang, tergantung orang yang memegang tali kekang. Demikian halnya diri: badan jasmaniah, panca indra dan nafsu kita merupakan kuda tunggangan. Sedangkan jiwa adalah pengendaranya. Bila jiwa dapat menguasai, mengatur dan mengekang diri, maka pergaulan hidup kita akan teratur dengan baik. Sebaliknya, bila jiwa tak dapat menguasai diri, maka hidup kita akan seperti kuda tunggangan yang liar, berlari kesana kemari dan akhirnya tergelincir.
Curiga, artinya keris, senjata tajam yang dipuja-puja. Maka perlulah tiap orang terutama para pemimpin memiliki persenjataan hidup yang lengkap, kepandaian, keuletan, ketangkasan dan lain-lain. Begitu pula pikiran harus tajam, mampu menebak dengan dengan tepat, agar dapat bertindak tepat pula untuk kebahagiaan masyarakat.
Kukila, artinya burung, burung berkutut yang dipelihara di Jawa, untuk didengarkan suaranya, yang merdu, enak didengar, menentramkan sanubari. Demikianlah, setiap kata yang keluar dari mulut hendaknya enak didengar, lemah lembut, menentramkan orang yang mendengarkannya. Setiap kata yang keluar harus tegas dan bersifat memperbaiki dan membangun, agar siapapun yang mendengar bisa terpikat dan mengindahkannya.
Waranggana, artinya tandak atau ronggen, untuk pandangan waktu menari. Pada zaman dewa-dewa, ini disebut Lenggot-bawa. Peraturannya seperti ini : seorang warangga menari di tengah kerumunan orang, bersama seorang lelaki yang ikut menari. Diempat penjuru ada penari laki-laki yang menari, seakan-akan ikut menggoda si waranggana agar memalingkan mukanya dari yang lelaki yang tengah menari.
Maknah gambaran di atas adalah: dalam usaha meraih cita-cita yang muliah ( waranggana), pasti akan banyak kita jumpai godaan yang mencoba menghalang-halangi pencapaian cita-cita tersebut.
By : Raja1
Ajaran Moral Dalam Wayang
Hal lain yang ditampilkan dalam pergelaran wayang adalah soal dilema atau pilihan. Manusia hidup ternyata selalu dihadapkan dengan pilihan. Tetapi apapun pilihannya manusia toh harus memilih, meski pilihan atau keputusan yang diambilnya tid fak pernah sempurna. Hal ini menunjukan bahwa manusia secara spikologis dan filosofis selalu dihadapkan dengan problemanya yang tak pernah terpecahkan dengan sempurna. Kemudian manusia harus mampu berdiri di salah satu pihak, mau yang baik atau yang buruk misalnya; Jamadagni harus memilihBy : membunuh istrinya atau membiarkan istrinya berdosa Rama Parasu harus memmilih membunuh Ibunya atau menentang perintah Ayahnya Harjuna sasra Harus memlilih meninggalkan tahtahnya atau mencari Nirwana Wibisana harus memilih ikut angkara atau ikut kebenaran. Sri Rama Harus memilih, mengorbankan rakyatnya atau mengonbankan cintanya.
Sesudah manusia berani menetapkan pilihannya maka barulah keputusan dan tindakan manusia itu berarti dan bermakna bagi kehidupannya. Tanpa pendirian yang tegas mengenai pilihan dasarnya maka sebenarnya manusia tidak menjalani kemanusiaaanya atau eksistensinya. Jadi dengan demikian setiap tindakan manusia akan selalu didukung oleh suatu sikap etis. Ia tidak akan dapat lari dan melepas tangung jawab dari tindakan-tindakannya. Inilah salah satu ajaran wayang tentang bagaimana manusia harus bersikap.
By : Raja1
Dunia Wayang
Penulis pernah mendengar, ungkapan dalam bahasa arab, fatruk ma bagho nala samirina, hampir mirip dengan tokoh wayang yang saya sebut diatas, petruk, bagong, nakulo, dan semar. Ketika hal itu diterjemahkan menjadi tinggalkan sesuatu yang durhaka maka engkau akan mendapatkan kawan yang baik. Secara pasti penulis kurang tahu tentang wayang dan sejarah munculnya, namun setidaknya penulis mengenal beberapa tokoh wayang, Petruk misalnya, dalam masa awal saya belajar bahasa arab, ada gambar petruk, hidungnya panjang tapi tidak terus memanjang seperti hidung pinokio, lencir kuru, rambutnya seperti antena radio. Juga semar orangnya gede, wajahnya menghadap keatas namun tangannya menunjuk-nunjuk tanah, dan tangan yang satunya ditaruh diatas punggung, cara berjalannya agak jongkok seperti ibu-ibu jawa yang sedang menyapu halaman rumahnya.
Permulaan pementasan wayang dimulai dengan gunung yang berterbangan begitu pula penutupannya, hampir mirip dengan konsep awal alam semesta yang terjadi setelah ledakan besar, terkenal dengan big bang, menurut para ahli sains, yang pada akhirnya mengakui bahwa alam raya benar-benar diciptakan oleh Allah tuhan semesta alam. Begitu pula nanti penutupan alam semesta gunung-gunung pun berterbangan Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan QS : Al Qoriah (101) : 5.
Layar wayang terdiri dari dua sisi, kanan dan kiri, setiap sisi akan diisi oleh wayang yang besar sampai kecil, semuanya adalah mati dan tak berguna sebelum sang dalang menggerakkannya, serta mengisi suara untuk wayang itu hingga seolah wayang itu itu hidup dan bisa berbicara, setiap rupa wayang konon merupakan bentuk cerminan manusia, dan setiap wayang punya sifat sendiri-sendiri, serta sikap sendiri-sendiri, ada yang baik ada juga yang jahat jumlah dua kubu itu seimbang, namun yang akan berperang dimedan laga hanyalah wayang-wayang pilihan yang telah dipilih oleh sang dalang dan ditaruh dikotak yang dekat dengan dalang.

Setiap wayang yang perang punya senjata khusus, baik dipihak yang benar maupun pihak yang salah, mereka sama-sama punya aji-aji,sama-sama punya pendukung, namun keputusan siapakah yang menjadi pemenang itu hak sang dalang.
Setiap wayang yang perang punya senjata khusus, baik dipihak yang benar maupun pihak yang salah, mereka sama-sama punya aji-aji,sama-sama punya pendukung, namun keputusan siapakah yang menjadi pemenang itu hak sang dalang.
Jika anda jadi penonton sinetron biasanya anda dikerjai sama sutradara, biasanya ada tokoh yang sangat menjengkelkan dan nggak mati-mati, begitu pula sang dalang, sudah tahu wayang yang jahat namun kok nggak kalah-kalah, jadi teringat sejarah abu lahab yang jahat terhadap nabi Muhammad, kok nggak mati-mati, eh ternyata hidup dan mati ada ditangan sang dalang.
Pernahkah anda menjumpai dalang yang ngantuk? Tentu tidak, sepanjang malam itu dalang tidak akan ngantuk, tidak akan lelah bicara sendiri, tidak akan lelah bermain wayang dan mengisi suara-suaranya, bahkan suara perempuan, apa yang terjadi ketika dalang tiba-tiba pengen ketoilet, bisa jadi wayangnya kocar-kacir. Begitu pula Allah yang mengatur alam raya ini tak pernah ngantuk, yang maha kuat dan tak akan pernah lelah, yang tak akan lelah mementaskan kehidupan ini sampai kapan saja Dia mau.
Dalang dalam perwayangan hanya bisa menggerakan dua wayang dan bicaranya bergantian tak akan bersamaan. Dalang dalam perfileman bisa menggerakkan ratusan bahkan ribuan orang dengan suaranya masing-masing dan bisa berbicara secara bersamaan. Dalang dalang pemerintahan bisa menggerakkan jutaan mahluk hidup bahkan bisa menggerakan ekonomi, Dalang dalam kehidupan dapat menggerakkan segala alam raya, manusia, hewan, serta mengisi suara mereka secara bersamaan, menggerakkan mereka, Dialah Allah dalang dari segala sesuatu.
Pernahkah wayang merasa dirinya digerakkan sang dalang? Tahukah anda kenapa bumi tidak berapa diposisi merkurius? Atau menggantikan posisi pluto yang kini diusir dari planet galaksi bima sakti? Jika bumi dipindah diposisi merkurius tentu akan menjadi lava pijar karena terlalu dekat dengan matahari, yang tak akan bisa di huni oleh segala macam makhluk hidup, begitu pula jika dipindah diposisi pluto tentu akan beku.
Kita ibarat wayang yang berjajar rapi didua sisi layar pewayangan yang akan bergerak dan kembali diam sesuai keinginan sang dalang, namun kita bukanlah wayang kulit, kita adalah wayang peradaban, kita dibekali akal pikiran agar tidak seperti wayang kulit yang digerakkan manusia dalang. Dalang kita adalah Maha Dalang, dan kita menjadi maha wayang, jika manusia-dalang hanya mampu menjadi dalang semalam suntuk, namun Allah menjadi dalang sepanjang masa. Jika wayang kulit bisa berfikir tentu akan ikut membaca tulisan saya ini (he he he).
Ingatlah bahwa wayang tak akan mampu melawan dalang, sebesar apapun bentuk wayang, atau sekuat apapun gatotkaca, begitu pula aktor tak akan mampu melawan sutradara, bahkan melanggar aturan sutradara bisa kena sangsi dan tidak diberi gaji, begitu pula melawan Allah bisa mendapat sangsi abadi. Marilah kita berbuat baik yang sepenuhnya, jangan hanya untuk memburu nafsu duniawi semata. Bukankah Allah sang maha sutradara sangat adil, kaya dan bijaksana, jika kita ikuti aturannya tentunya Dia menepati janjinya.
By : Raja1
Semar dan Socrates
Kebalikannya adalah Buta Cakil: ini lambang kemunafikan. Buta Cakil adalah satu-satunya buta, atau raksasa dalam pewayangan, yang memiliki postur tubuh manusia atau ksatria. Kulitnya halus mulus seperti kulit manusia, bahkan pakaiannya batik seperti pakaian seorang priyayi, senjatanya pun keris, ini juga senjata para ksatria… hanya saja ia bermuka raksasa. Ia melambangkan makhluk-makhluk munafik: yang berpenampilan manusia, tapi sejatinya adalah raksasa buas pemakan manusia. Dan akhir lakon Buta Cakil selalu sama: dia mati berdiri tertusuk kerisnya sendiri.
Wayang kulit juga merupakan catatan perjalanan spiritualitas orang Jawa sendiri. Sebelum masuknya agama Hindu-Budha ke tanah Jawa, orang Jawa sudah menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan nama asli Jawa, yaitu: Sang Hyang Taya: Dia Yang Tak Dapat Dibandingkan Dengan Segala Sesuatu. Sedangkan wayang kulit bukan produk Jawa 100%. Ceritanya diimpor dari India: Mahabharata dan Ramayana. Maka dewa-dewa Hindu pun masuk dan menghiasi pakeliran wayang kulit: Bathara Brahma, Wisnu dan Bathara Guru. Namun pada zaman Islam, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga wayang kulit pun di-Islamkan. Dewa-dewa Hindu dianggap sebagai anak-anak keturunan Nabi Adam. Dan senjata ampuh milik Prabu Yudhistira kalimasada, yang aslinya adalah kalimahosadha, diartikan sebagai Kalimat Sahadat.

Yang menarik dalam zaman Islam ini adalah tokoh Yamadipati: dewa pencabut nyawa yang berpenampilan seperti ulama, dengan jubah panjang, sorban, dan janggut panjang. Menurut Agus Sunyoto, dalam novelnya Syaikh Siti Jenar (LKiS 2003), tokoh Yamadipati ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga untuk menggambarkan para ulama gadungan yang bersedia diperbudak oleh Sultan Trenggana untuk menebarkan kematian dimana-mana demi membasmi musuh-musuh politiknya.
Yang menarik dalam zaman Islam ini adalah tokoh Yamadipati: dewa pencabut nyawa yang berpenampilan seperti ulama, dengan jubah panjang, sorban, dan janggut panjang. Menurut Agus Sunyoto, dalam novelnya Syaikh Siti Jenar (LKiS 2003), tokoh Yamadipati ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga untuk menggambarkan para ulama gadungan yang bersedia diperbudak oleh Sultan Trenggana untuk menebarkan kematian dimana-mana demi membasmi musuh-musuh politiknya.
Perjumpaan Demak Islam dengan Portugis yang beragama Kristen juga meninggalkan catatan dalam dunia pewayangan, yaitu seorang tokoh bernama: Dewa Srani (dari kata serani atau Nasrani). Dewa Srani digambarkan sebagai seorang dewa di kahyangan, dengan wajah cukup tampan dan kulit muka berwarna putih. Ia adalah anak Bathari Durga dan Bathara Kala. Dalam sebuah lakon carangan dikisahkan bahwa ia berkeinginan untuk merebut dan menguasi kerajaan Prabu Yudhistira, dengan mencuri senjata Prabu Yudhistira yang sangat ampuh yaitu kalimasada. Di sini bahkan lakon wayang merambah ke polemik theologis yang sangat klasik antara Kristen dan Islam mengenai ajaran tauhid.
Namun tokoh yang paling sakral dalam dunia pewayangan adalah Semar: dewa asli Jawa. Ia digambarkan sebagai seorang manusia biasa, bahkan seorang rakyat jelata, abdi yang setia… namun ia tidak mau tunduk-sujud menyembah kepada siapapun: tidak kepada raja-raja kaya, tidak pula kepada dewa-dewa di kahyangan. Misinya murni untuk menjaga harmoni semesta raya. Dan demi mengemban tugasnya itu ia tak segan-segan mendamprat dewa-dewa di kahyangan dan mempermalukan mereka. Semar tak pernah takut pada para dewa. Ia berperan di Nusa Jawa seperti halnya Socrates di Yunani. Dialah yang menyerukan pada penduduk di Nusa Jawa agar tidak tunduk-sujud menyembah kepada apapun atau siapapun kecuali Sang Hyang Taya: Ia Yang Tak Dapat Dibandingkan Dengan Segala Sesuatu. Bahkan Agus Sunyoto dalam novelnya Syaikh Siti Jenar (LKiS, 2003), menyebut Semar (Dyah Hyang Semar) sebagai guru sucinya orang Jawa pada jaman purbakala.
By : Raja1
Bhagawadgita (Bhagavad Gita)
Krishna:
Apa yang kusampaikan kepadamu bukanlah hal baru;
sudah berulang kali kusampaikan di masa lalu.
Apa yang kusampaikan kepadamu bukanlah hal baru;
sudah berulang kali kusampaikan di masa lalu.
Arjuna:
Apa maksudmu dengan masa lalu? Kapan?
Apa maksudmu dengan masa lalu? Kapan?
Krishna:
Dari masa ke masa, di setiap masa.
Sesungguhnya kita semua telah berulang kali lahir dan mati,
aku mengingat setiap kelahiran dan kematian.
Kau tidak, itu saja bedanya.
Setiap kali keseimbangan alam terkacaukan,
dan ketakseimbangan mengancam keselarasan alam,
maka “Aku” menjelma dari masa ke masa,
untuk mengembalikan keseimbangan alam.
Dari masa ke masa, di setiap masa.
Sesungguhnya kita semua telah berulang kali lahir dan mati,
aku mengingat setiap kelahiran dan kematian.
Kau tidak, itu saja bedanya.
Setiap kali keseimbangan alam terkacaukan,
dan ketakseimbangan mengancam keselarasan alam,
maka “Aku” menjelma dari masa ke masa,
untuk mengembalikan keseimbangan alam.
“Aku” ini bersemayam pula di dalam dirimu,
bahkan di dalam diri setiap makhluk hidup,
segala sesuatu yang bergerak maupun tak bergerak.
Menemukan “Sang Aku” ini merupakan pencapaian tertinggi.
bahkan di dalam diri setiap makhluk hidup,
segala sesuatu yang bergerak maupun tak bergerak.
Menemukan “Sang Aku” ini merupakan pencapaian tertinggi.
Dengan menemukan jati diri, Sang Aku Sejati,
segala apa yang kau butuhkan akan kau
peroleh dengan sangat mudah.
Berkaryalah dan Keberadaan akan membantumu.
segala apa yang kau butuhkan akan kau
peroleh dengan sangat mudah.
Berkaryalah dan Keberadaan akan membantumu.
Sesuai dengan sifat dasar masing-masing,
Manusia dibagi dalam 4 golongan utama.
Walau pembagian seperti itu,
Tidak pernah mempengaruhi Sang Jiwa Agung.
Manusia dibagi dalam 4 golongan utama.
Walau pembagian seperti itu,
Tidak pernah mempengaruhi Sang Jiwa Agung.
Para Pemikir bekerja dengan berbagai pikiran mereka.
Para Satria membela negara dan bangsa.
Para Pengusaha melayani masyarakat dengan berbagai cara.
Para Pekerja melaksanakan setiap tugas dengan baik.
Para Satria membela negara dan bangsa.
Para Pengusaha melayani masyarakat dengan berbagai cara.
Para Pekerja melaksanakan setiap tugas dengan baik.
Berada dalam kelompok manapun,
bekerjalah selalu sesuai kesadaranmu.
Jangan memikirkan keberhasilan maupun kegagalan.
Terima semuanya dengan penuh ketenangan.
bekerjalah selalu sesuai kesadaranmu.
Jangan memikirkan keberhasilan maupun kegagalan.
Terima semuanya dengan penuh ketenangan.
Bila kau bekerja sesuai dengan kodratmu,
tidak untuk memenuhi keinginan serta harapan tertentu,
maka walau berkarya sesungguhnya kau melakukan persembahan.
Dan, kau terbebaskan dari hukum sebab akibat.
tidak untuk memenuhi keinginan serta harapan tertentu,
maka walau berkarya sesungguhnya kau melakukan persembahan.
Dan, kau terbebaskan dari hukum sebab akibat.
Tuhan yang kau sembah, juga adalah Persembahan itu sendiri.
Dalam diri seorang penyembahpun, Ia bersemayam.
Berkaryalah dengan kesadaran ini,
dan senantiaasa merasakan kehadiran-Nya.
Dalam diri seorang penyembahpun, Ia bersemayam.
Berkaryalah dengan kesadaran ini,
dan senantiaasa merasakan kehadiran-Nya.
Banyak sekali cara persembahan -
Ada yang menghaturkan sesajen dalam berbagai bentuk.
Ada pula yang menghaturkan kesadaran hewani pada
“Sang Aku” – sejati yang bersemayam di dalam diri.
Ada yang menghaturkan sesajen dalam berbagai bentuk.
Ada pula yang menghaturkan kesadaran hewani pada
“Sang Aku” – sejati yang bersemayam di dalam diri.
Bila kau mempersembahkan kenikmatan dunia pada pancaindera,
maka kau menjadi penyembah pancaindera.
Bila kau mengendalikan pancaindera,
maka kau menyembah Kesadaran Murni di dalam diri.
maka kau menjadi penyembah pancaindera.
Bila kau mengendalikan pancaindera,
maka kau menyembah Kesadaran Murni di dalam diri.
Ada yang mempersembahkan harta, ada yang bertapa,
Ada yang berkorban, ada yang menjauhkan diri dari dunia,
Ada yang sibuk mempelajari kitab suci, ada yang berpuasa.
Apapun yang kau lakukan, lakukanlah dengan kesadaran!
Ada yang berkorban, ada yang menjauhkan diri dari dunia,
Ada yang sibuk mempelajari kitab suci, ada yang berpuasa.
Apapun yang kau lakukan, lakukanlah dengan kesadaran!
Langkah berikutnya:
Lakoni hidupmu seolah kau sedang melakukan persembahan.
Berkarya dengan penuh kesadaran, itulah Pengabdian.
Cara-cara lain hanya bersifat luaran.
Lakoni hidupmu seolah kau sedang melakukan persembahan.
Berkarya dengan penuh kesadaran, itulah Pengabdian.
Cara-cara lain hanya bersifat luaran.
Terlebih dahulu, raihlah kesadaran diri.
Bila kau tidak mengetahui caranya,
Belajarlah dari mereka yang telah sadar.
Untuk itu hendaknya kau berendah hati.
Bila kau tidak mengetahui caranya,
Belajarlah dari mereka yang telah sadar.
Untuk itu hendaknya kau berendah hati.
Orang yang sadar tidak pernah bingung.
Pandangannya meluas, penglihatannya menjernih,
ia yakin dengan apa yang dilakukannya,
Sehingga meraih kedamaian yang tak terhingga nilainya.
Pandangannya meluas, penglihatannya menjernih,
ia yakin dengan apa yang dilakukannya,
Sehingga meraih kedamaian yang tak terhingga nilainya.
Arjuna:
Bila Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Diri
merupakan tujuan hidup,
maka untuk apa melibatkan diri dengan dunia?
Aku sungguh tambah bingung.
Bila Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Diri
merupakan tujuan hidup,
maka untuk apa melibatkan diri dengan dunia?
Aku sungguh tambah bingung.
Krishna:
Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Diri
memang merupakan tujuan tertinggi.
Namun, kau harus berkarya untuk mencapainya.
Dan, berkarya sesuai dengan kodratmu.
Pengendalian Diri dan Penemuan Jati Diri
memang merupakan tujuan tertinggi.
Namun, kau harus berkarya untuk mencapainya.
Dan, berkarya sesuai dengan kodratmu.
Bila kau seorang Pemikir,
kau dapat menggapai Kesempurnaan Diri
dengan cara mengasah
kesadaranmu saja.
kau dapat menggapai Kesempurnaan Diri
dengan cara mengasah
kesadaranmu saja.
Bila kau seorang Pekerja,
kau harus menggapainya lewat Karya Nyata,
dengan menunaikan kewajibanmu,
serta melaksanakan tugasmu.
kau harus menggapainya lewat Karya Nyata,
dengan menunaikan kewajibanmu,
serta melaksanakan tugasmu.
Dan, kau seorang Pekerja,
kau hanya dapat mencapai Kesempurnaan Hidup
lewat Kerja Nyata.
Itulah sifat-dasarmu, kodratmu.
kau hanya dapat mencapai Kesempurnaan Hidup
lewat Kerja Nyata.
Itulah sifat-dasarmu, kodratmu.
Sesungguhnya tak seorang pun dapat
menghindari perkerjaan.
Seorang Pemikir pun sesungguhnya bekerja.
Pengendalian Pikiran – itulah pekerjaannya.
menghindari perkerjaan.
Seorang Pemikir pun sesungguhnya bekerja.
Pengendalian Pikiran – itulah pekerjaannya.
Bila pikiran masih melayang ke segala arah,
apa gunanya duduk diam dan menipu diri?
Lebih baik berkarya dengan pikiran terkendali.
Bekerjalah tanpa pamrih!
apa gunanya duduk diam dan menipu diri?
Lebih baik berkarya dengan pikiran terkendali.
Bekerjalah tanpa pamrih!
Hukum Sebab Akibat menentukan hasil
perbuatan setiap makhluk hidup.
Tak seorang pun luput darinya,
kecuali ia berkarya dengan semangat menyembah.
perbuatan setiap makhluk hidup.
Tak seorang pun luput darinya,
kecuali ia berkarya dengan semangat menyembah.
Alam Semesta tercipta “dalam”
semangat Persembahan.
Dan, “lewat” Persembahan pula
segala kebutuhan manusia terpenuhi.
semangat Persembahan.
Dan, “lewat” Persembahan pula
segala kebutuhan manusia terpenuhi.
Bila kau menjaga kelestarian lingkungan,
lingkungan pun pasti menjaga kelestarianmu.
Raihlah kebahagiaan tak terhingga dengan
saling “menyembah” – membantu dan melindungi.
lingkungan pun pasti menjaga kelestarianmu.
Raihlah kebahagiaan tak terhingga dengan
saling “menyembah” – membantu dan melindungi.
Bila kau hanya berkarya demi kepentingan pribadi,
tak pernah berbagi dan tak peduli
terhadap alam yang senantiasa memberi;
maka seseungguhnya kau seorang maling.
tak pernah berbagi dan tak peduli
terhadap alam yang senantiasa memberi;
maka seseungguhnya kau seorang maling.
Berkaryalah dengan semangat “menyembah”.
Persembahkan hasil pekerjaanmu pada Yang Maha Kuasa.
Dan, nikmati segala apa yang kau peroleh
dari-Nya sebagai Tanda Kasih-Nya!
Persembahkan hasil pekerjaanmu pada Yang Maha Kuasa.
Dan, nikmati segala apa yang kau peroleh
dari-Nya sebagai Tanda Kasih-Nya!
Apa yang kau makan, menentukan kesehatan dirimu.
Dan, makanan berasal dari alam sekitarmu.
Bila kau menjaga kelestarian alam,
kesehatanmu pun akan terjaga – inilah Kesadaran.
Dan, makanan berasal dari alam sekitarmu.
Bila kau menjaga kelestarian alam,
kesehatanmu pun akan terjaga – inilah Kesadaran.
Waspadai setiap tindakanmu.
Bertindaklah dengan penuh kesadaran.
Inilah Persembahan,
yang dapat mengantarmu pada Kepuasan Diri.
Bertindaklah dengan penuh kesadaran.
Inilah Persembahan,
yang dapat mengantarmu pada Kepuasan Diri.
Bila kau puas dengan diri sendiri,
dan tidak lagi mencari kepuasaan
dari sesuatu di luar diri,
maka kau akan berkarya tanpa pamrih.
dan tidak lagi mencari kepuasaan
dari sesuatu di luar diri,
maka kau akan berkarya tanpa pamrih.
Sesungguhnya seorang Pekerja tanpa Pamrih
sudah tak terbelenggu oleh dunia.
Jiwanya bebas, namun ia tetap bekerja,
supaya orang laind apat mencontohinya.
sudah tak terbelenggu oleh dunia.
Jiwanya bebas, namun ia tetap bekerja,
supaya orang laind apat mencontohinya.
Sesungguhnya tak ada sesuatu yang harus “Ku”-lakukan.
Namun, “Aku” tetap bekerja demi Keselarasan Alam.
Bila “Aku” berhenti bekerja, banyak yang akan mencontohi tindakan-“Ku”,
dan “Aku” akan menjadi sebab bagi kacaunya tatanan masyarakat.
Namun, “Aku” tetap bekerja demi Keselarasan Alam.
Bila “Aku” berhenti bekerja, banyak yang akan mencontohi tindakan-“Ku”,
dan “Aku” akan menjadi sebab bagi kacaunya tatanan masyarakat.
Ketahuilah bahwa segala sesuatu terjadi atas Kehendak-Nya.
Tak seorang pun dapat menghindari pekerjaan,
kau akan didorong untuk menunaikan kewajibanmu.
Maka, janganlah berkeras kepala – bekerjalah!
Tak seorang pun dapat menghindari pekerjaan,
kau akan didorong untuk menunaikan kewajibanmu.
Maka, janganlah berkeras kepala – bekerjalah!
Terpicu oleh hal-hal di luar,
panca-indera pun bekerja sesuai dengan kodrat mereka.
Janganlah kau terlibat dalam permainan itu.
Jadilah saksi, kau bukan panca-indera.
panca-indera pun bekerja sesuai dengan kodrat mereka.
Janganlah kau terlibat dalam permainan itu.
Jadilah saksi, kau bukan panca-indera.
Berkat pengendalian diri bila inderamu
tak terpicu lagi oleh hal-hal luaran,
hendaknya kau tidak membingungkan mereka
yang belum dapat melakukan hal itu.
Biarlah mereka menghindari
pemicu di luar untuk mengendalikan diri.
tak terpicu lagi oleh hal-hal luaran,
hendaknya kau tidak membingungkan mereka
yang belum dapat melakukan hal itu.
Biarlah mereka menghindari
pemicu di luar untuk mengendalikan diri.
Berkayalah demi “Aku” dengan
kesadaranmu terpusatkan pada-”Ku”,
bebas dari harapan dan ketamakan -
itulah Persembahan, Pengabdian.
kesadaranmu terpusatkan pada-”Ku”,
bebas dari harapan dan ketamakan -
itulah Persembahan, Pengabdian.
Para bijak berkarya sesuai dengan sifat mereka,
kodrat serta kemampuan mereka.
Demikian mereka terbebaskan dari rasa gelisah,
dan mencapai kesempurnaan hidup.
kodrat serta kemampuan mereka.
Demikian mereka terbebaskan dari rasa gelisah,
dan mencapai kesempurnaan hidup.
Berkaryalah sesuai dengan kemampuan serta kewajibanmu.
Janganlah engkau sekadar ikut-ikutan memilih
suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan sifat dasarmu,
tidak sesuai dengan kemampuanmu.
Janganlah engkau sekadar ikut-ikutan memilih
suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan sifat dasarmu,
tidak sesuai dengan kemampuanmu.
Arjuna:
Aku memahami semua itu,
namun kadang tetap saja terpicu
untuk melakukan sesuatu yang tidak tepat.
Bagaimana mengatasi hal itu?
Aku memahami semua itu,
namun kadang tetap saja terpicu
untuk melakukan sesuatu yang tidak tepat.
Bagaimana mengatasi hal itu?
Krishna:
Ketahuilah terlebih dahulu penyebabnya -
yaitu “keinginan”, “ketamakan” dan
sifat dasar manusia yang membuatnya bekerja.
Manusia tak dapat berhenti bekerja.
Ketahuilah terlebih dahulu penyebabnya -
yaitu “keinginan”, “ketamakan” dan
sifat dasar manusia yang membuatnya bekerja.
Manusia tak dapat berhenti bekerja.
Bila ia tidak bekerja tanpa pamrih,
Ia akan bekerja untuk memenuhi keinginannya.
Ketamakan melenyapkan kesadaran manusia,
akhirnya ia binasa terbakar oleh api nafsunya sendiri
Ia akan bekerja untuk memenuhi keinginannya.
Ketamakan melenyapkan kesadaran manusia,
akhirnya ia binasa terbakar oleh api nafsunya sendiri
Kunci keberhasilan manusia terletak pada pengedalian diri.
Bila terkendali oleh pancaindera kau pasti binasa.
Ketahuilah bahwa panca indera mengendalikan raga,
namun pikiran menguasai pancaindera.
Bila terkendali oleh pancaindera kau pasti binasa.
Ketahuilah bahwa panca indera mengendalikan raga,
namun pikiran menguasai pancaindera.
Di atas pikiran adalah intelek,
kemampuanmu untuk membedakan tindakan
yang tepat dari yang tidak tepat – itulah Kesadaran.
Bertindakalah sesuai dengan kesadaranmu.
kemampuanmu untuk membedakan tindakan
yang tepat dari yang tidak tepat – itulah Kesadaran.
Bertindakalah sesuai dengan kesadaranmu.
Dengan pengendalian diri dan bekerja sesuai dengan kesadaran,
segala keinginan dan ketamakan dapat kau lampaui.
Kemudian setiap pekerjaan menjadi persembahan
pada “Sang Aku” yang bersemayam dalam diri setiap makhluk.
segala keinginan dan ketamakan dapat kau lampaui.
Kemudian setiap pekerjaan menjadi persembahan
pada “Sang Aku” yang bersemayam dalam diri setiap makhluk.
Krishna:
Kau tidak berperang untuk memperebutkan kekuasaan;
kau berperang demi keadilan, untuk menegakkan Kebajikan.
Janganlah kau melemah di saat yang menentukan ini.
Bangkitlah demi bangsa, negeri, dan Ibu Pertiwi.
Kau tidak berperang untuk memperebutkan kekuasaan;
kau berperang demi keadilan, untuk menegakkan Kebajikan.
Janganlah kau melemah di saat yang menentukan ini.
Bangkitlah demi bangsa, negeri, dan Ibu Pertiwi.
Arjuna:
Dan, untuk itu aku harus memerangi keluarga sendiri?
Krishna, aku bingung, tunjukkan jalan kepadaku.
Dan, untuk itu aku harus memerangi keluarga sendiri?
Krishna, aku bingung, tunjukkan jalan kepadaku.
Krishna:
Kau berbicara seperti seorang bijak,
namun menangisi sesuatu yang tak patut kau tangisi.
Seorang bijak sadar bahwa kelahiran dan kematian,
dua-duanya tak langgeng.
Kau berbicara seperti seorang bijak,
namun menangisi sesuatu yang tak patut kau tangisi.
Seorang bijak sadar bahwa kelahiran dan kematian,
dua-duanya tak langgeng.
Jiwa yang bersemayam dalam diri setiap insan,
sungguhnya tak pernah lahir dan tak pernah mati.
Badan yang mengalami kelahiran dan kematian
ibarat baju yang dapat kau tanggalkan sewaktu-waktu
dan menggantinya dengan yang baru.
Perubahan adalah Hukum Alam – tak patut kau tangisi.
sungguhnya tak pernah lahir dan tak pernah mati.
Badan yang mengalami kelahiran dan kematian
ibarat baju yang dapat kau tanggalkan sewaktu-waktu
dan menggantinya dengan yang baru.
Perubahan adalah Hukum Alam – tak patut kau tangisi.
Suka dan duka hanyalah perasaan sesaat,
disebabkan oleh panca-inderamu sendiri
ketika berhubungan dengan hal-hal di luar diri.
Lampauilah perasaan yang tak langgeng itu.
disebabkan oleh panca-inderamu sendiri
ketika berhubungan dengan hal-hal di luar diri.
Lampauilah perasaan yang tak langgeng itu.
Temukan Kebenaran Mutlak
di balik segala pengalaman dan perasaan.
Kebenaran Abadi, Langgeng
dan Tak Termusnahkan.
di balik segala pengalaman dan perasaan.
Kebenaran Abadi, Langgeng
dan Tak Termusnahkan.
Segala yang lain diluar-Nya
sesungguhnya tak ada – tak perlu kau risaukan.
sesungguhnya tak ada – tak perlu kau risaukan.
Temukan Kebenaran Abadi Itu,
Dia Yang Tak Terbunuh dan Tak Membunuh.
Dia Yang Tak Pernah Lahir dan Tak pernah Mati.
Dia Yang Melampaui Segala dan Selalu Ada.
Dia Yang Tak Terbunuh dan Tak Membunuh.
Dia Yang Tak Pernah Lahir dan Tak pernah Mati.
Dia Yang Melampaui Segala dan Selalu Ada.
Kau akan menyatu dengan-Nya,
bila kau menemukan-Nya.
Karena, sesungguhnya Ialah yang bersemayam
di dalam dirimu, diriku, diri setiap insan.
bila kau menemukan-Nya.
Karena, sesungguhnya Ialah yang bersemayam
di dalam dirimu, diriku, diri setiap insan.
Maka, saat itu pula kau akan terbebaskan
dari suka, duka, rasa gelisah dan bersalah.
dari suka, duka, rasa gelisah dan bersalah.
Kebenaran Abadi Yang Meliputi Alam Semesta,
tak terbunuh oleh senjata seampuh apapun jua.
Tak terbakar oleh api, tak terlarutkan oleh air,
dan tidak menjadi kering karena angin.
tak terbunuh oleh senjata seampuh apapun jua.
Tak terbakar oleh api, tak terlarutkan oleh air,
dan tidak menjadi kering karena angin.
Sementara itu, wujud-wujud yang terlihat olehmu
muncul dan lenyap secara bergantian.
“Keberadaan” muncul dari “Ketiadaan”
dan lenyap kembali dalam “Ketiadaan”.
muncul dan lenyap secara bergantian.
“Keberadaan” muncul dari “Ketiadaan”
dan lenyap kembali dalam “Ketiadaan”.
Jiwa tak berubah dan tak pernah mati;
hanyalah badan yang terus-menerus
mengalami kelahiran dan kematian.
Apa yang harus kau tangisi?
hanyalah badan yang terus-menerus
mengalami kelahiran dan kematian.
Apa yang harus kau tangisi?
Badanmu lahir dalam keluarga para Satria,
ia memiliki tugas untuk membela negara dan bangsa.
Bila kau melarikan diri dari tanggungjawabmu,
kelak sejarah akan menyebutmu pengecut.
ia memiliki tugas untuk membela negara dan bangsa.
Bila kau melarikan diri dari tanggungjawabmu,
kelak sejarah akan menyebutmu pengecut.
Bila kau gugur di medan perang,
kau akan mati syuhda, namamu tercatat sebagai pahlawan.
Dan, bila kau menang, rakyat ikut merayakan
menangnya Kebajikan atas kebatilan
kau akan mati syuhda, namamu tercatat sebagai pahlawan.
Dan, bila kau menang, rakyat ikut merayakan
menangnya Kebajikan atas kebatilan
Sesungguhnya kau tak perlu memikirkan
kemenangan dan kekalahan.
Lakukan tugasmu dengan baik.
Berkaryalah demi kewajibanmu.
kemenangan dan kekalahan.
Lakukan tugasmu dengan baik.
Berkaryalah demi kewajibanmu.
Janganlah membiarkan pikiranmu bercabang,
bulatkan tekadmu, dan dengan
keteguhan hati, tentukan sendiri
jalan apa yang terbaik bagi dirimu.
bulatkan tekadmu, dan dengan
keteguhan hati, tentukan sendiri
jalan apa yang terbaik bagi dirimu.
Berkaryalah demi tugas dan kewajiban,
bukan demi surga, apa lagi kenikmatan dunia.
Janganlah kau merisaukan hasil akhir,
tak perlu memikirkan kemenangan maupun kegagalan.
bukan demi surga, apa lagi kenikmatan dunia.
Janganlah kau merisaukan hasil akhir,
tak perlu memikirkan kemenangan maupun kegagalan.
Dengan jiwa seimbang,
dan tak terikat pada pengalaman
suka maupun duka,
berkaryalah dengan penuh semangat!
dan tak terikat pada pengalaman
suka maupun duka,
berkaryalah dengan penuh semangat!
Bebaskan pikiranmu dari pengaruh luar;
dari pendapat orang tentang dirimu,
dan apa yang kau lakukan.
Ikuti suara hatimu, nuranimu.
dari pendapat orang tentang dirimu,
dan apa yang kau lakukan.
Ikuti suara hatimu, nuranimu.
Arjuna:
Bagaimana Krishna,
bagaimana mendengarkan suara hati?
Bagaimana Krishna,
bagaimana mendengarkan suara hati?
Krishna:
Bebas dari segala macam keinginan
dan pengaruh pikiran,
kau akan mendengarkan dengan jelas
suara hatimu – itulah Pencerahan!
Bebas dari segala macam keinginan
dan pengaruh pikiran,
kau akan mendengarkan dengan jelas
suara hatimu – itulah Pencerahan!
Saat itu, kau tak tergoyahkan lagi
oleh pengalaman duka,
dan tidak pula mengejar pengalaman suka.
Rasa cemas dan amarah pun terlampaui seketika.
oleh pengalaman duka,
dan tidak pula mengejar pengalaman suka.
Rasa cemas dan amarah pun terlampaui seketika.
Krishna:
Ia yang tercerahkan tidak menjadi girang
karena memperoleh sesuatu;
tidak pula kecewa bila tidak memperolehnya.
Dirinya selalu puas, dalam segala keadaan.
Ia yang tercerahkan tidak menjadi girang
karena memperoleh sesuatu;
tidak pula kecewa bila tidak memperolehnya.
Dirinya selalu puas, dalam segala keadaan.
Pengendalian Diri yang sampurna
membuatnya tidak terpengaruh oleh
pemicu-pemicu di luar.
Ia senantiasa sadar akan Jati-Dirinya.
membuatnya tidak terpengaruh oleh
pemicu-pemicu di luar.
Ia senantiasa sadar akan Jati-Dirinya.
Krishna:
Keterlibatan panca-indera dengan
pemicu-pemicu di luar
menimbulkan kerinduan,
kemudian muncul keinginan.
Keterlibatan panca-indera dengan
pemicu-pemicu di luar
menimbulkan kerinduan,
kemudian muncul keinginan.
Dan, bila keinginan tak terpenuhi,
timbul rasa kecewa, amarah.
Manusia tak mampu lagi membedakan
tindakan yang tepat dari yang tidak tepat.
timbul rasa kecewa, amarah.
Manusia tak mampu lagi membedakan
tindakan yang tepat dari yang tidak tepat.
Krishna:
Seorang bijak yang tercerahkan
terkendali panca-inderanya,
maka ia dapat hidup di tengah keramaian dunia,
dan tak terpicu oleh hal-hal diluar diri.
Seorang bijak yang tercerahkan
terkendali panca-inderanya,
maka ia dapat hidup di tengah keramaian dunia,
dan tak terpicu oleh hal-hal diluar diri.
Demikian dengan keseimbangan diri,
ia menggapai kesadaran yang lebih tinggi.
Jiwanya damai, dan ia pun
memperoleh Kebahagiaan Kekal Sejati.
ia menggapai kesadaran yang lebih tinggi.
Jiwanya damai, dan ia pun
memperoleh Kebahagiaan Kekal Sejati.
Krishna:
Pengendalian Diri menjernihkan pandangan manusia,
ia menggapai kesempunaan hidup.
Saat ajal tiba, tak ada lagi kekhawatiran baginya,
ia menyatu kembali dengan Yang Maha Kuasa.
Pengendalian Diri menjernihkan pandangan manusia,
ia menggapai kesempunaan hidup.
Saat ajal tiba, tak ada lagi kekhawatiran baginya,
ia menyatu kembali dengan Yang Maha Kuasa.
By : Raja1
Asthabrata
Berasal dari kata Asto atau Hasto yang artinya delapan, kemudian Baroto yang artinya laku atau perbuatan. Jadi ASTHA BRATA atau Hasto Broto berati delapan laku atau delapan perbuatan. ASTHA BRATA terdapat dalam Sarga XXIV dari wejangan Ramayana kepada Gunawan Wibisono, juga Sri Kresna kepada Arjuna. Diterangkan bahwa seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin atau raja adalah dalam jiwanya terdapat delapan macam sifat kedewasaan atau delapan macam watak-watak delapan dewa. Kewajiban seorang pemimpin harus selalu mencerminkan sifat dan sikap:

1. Dewa Surya atau Watak Matahari
Menghisap air dengan sifat panas secara perlahan serta memberi sarana hidup. Pemimpin harus selalu mencerminkan sifat dan sikap semangat kehidupan dan energi untuk mencapai tujuan dengan didasari pikiran yang matang dan teliti serta pertimbangan baik buruknya juga kesabaran dan kehati-hatian.

Menghisap air dengan sifat panas secara perlahan serta memberi sarana hidup. Pemimpin harus selalu mencerminkan sifat dan sikap semangat kehidupan dan energi untuk mencapai tujuan dengan didasari pikiran yang matang dan teliti serta pertimbangan baik buruknya juga kesabaran dan kehati-hatian.
2. Dewa Chandra atau Watak Bulan
Yang memberi kesenangan dan penerangan dengan sinarnya yang lembut. Seorang pemimpin bertindak halus dengan penuh kasih sayang dengan tidak meninggalkan kedewasaannya.
Yang memberi kesenangan dan penerangan dengan sinarnya yang lembut. Seorang pemimpin bertindak halus dengan penuh kasih sayang dengan tidak meninggalkan kedewasaannya.
3. Dewa Yama atau Watak Bintang
Yang indah dan terang sebagai perhiasan dan yang menjadi pedoman dan bertanggung jawab atas keamanan anak buah, wilayah kekuasaannya.
Yang indah dan terang sebagai perhiasan dan yang menjadi pedoman dan bertanggung jawab atas keamanan anak buah, wilayah kekuasaannya.
4. Dewa Bayu atau Watak Angin
Yang mengisi tiap ruang kosong. Pemimpin mengetahui dan menanggapi keadaan negeri dan seluruh rakyat secara teliti.
Yang mengisi tiap ruang kosong. Pemimpin mengetahui dan menanggapi keadaan negeri dan seluruh rakyat secara teliti.
5. Dewa Indra atau Watak Mendung
Yang menakutkan (berwibawa) tetapi kemudian memberikan manfaat dan menghidupkan, maka pemimpin harus berwibawa murah hati dan dalam tindakannya bermanfaat bagi anak buahnya.
Yang menakutkan (berwibawa) tetapi kemudian memberikan manfaat dan menghidupkan, maka pemimpin harus berwibawa murah hati dan dalam tindakannya bermanfaat bagi anak buahnya.
6. Dewa Agni atau Watak Api
Yang mempunyai sifat tegak, dapat membakar dan membinasakan lawan. Pemimpin harus berani dan tegas serta adil, mempunyai prinsip sendiri, tegak dengan berpijak pada kebenaran dan kesucian hati.
Yang mempunyai sifat tegak, dapat membakar dan membinasakan lawan. Pemimpin harus berani dan tegas serta adil, mempunyai prinsip sendiri, tegak dengan berpijak pada kebenaran dan kesucian hati.
7. Dewa Baruna atau Watak Samudra
Sebagai simbol kekuatan yang mengikat. Pemimpin harus mampu menggunakan kekuatan dan kekuasaannya untuk menjaga keseluruhan dan keutuhan rakyat serta melindungi rakyat dari segala kekuatan lain yang mengganggu ketentraman dan keamanan secara luas dan merata.
Sebagai simbol kekuatan yang mengikat. Pemimpin harus mampu menggunakan kekuatan dan kekuasaannya untuk menjaga keseluruhan dan keutuhan rakyat serta melindungi rakyat dari segala kekuatan lain yang mengganggu ketentraman dan keamanan secara luas dan merata.
8. Dewa Kuwera atau Watak Kekayaan atau Watak Bumi
Yang sentosa, makmur dengan kesucian rohani dan jasmani. Pemimpin harus mampu mengendalikan dirinya karena harus memperhatikan rakyat, yang memerlukan bantuan yang mencerminkan sentosa budi pekertinya dan kejujuran terhadap kenyataan yang ada.
Yang sentosa, makmur dengan kesucian rohani dan jasmani. Pemimpin harus mampu mengendalikan dirinya karena harus memperhatikan rakyat, yang memerlukan bantuan yang mencerminkan sentosa budi pekertinya dan kejujuran terhadap kenyataan yang ada.
Sumber Penulisan : BUKU WYATA PRAJA, STPDN untuk Angkatan XIII Tahun 2005.
Mengenal Tuhan Lewat Wayang
Sudamala, etos kerja dan namasmaranam, paling tidak itulah makna yang dapat dipetik dalam pementasan wayang kulit tradisi duta Gianyar, yang tampil di wantilan Taman Budaya, 15 Juni lalu. Sanggar Suara Murti yang menampilkan dalang I Made Juanda dari Sukawati Gianyar itu menyuguhkan lakon Katundung Hanoman.
Pertunjukan yang berdurasi sekitar 150 menit itu diawali dengan pertemuan Rama, Laksmana dan Sugriwa. Dalam pertemuan itu, Rama mengatakan bahwa Hanoman menolak hadiah sebagai balas jasa ikut memerangi Rahwana.
Pertunjukan yang berdurasi sekitar 150 menit itu diawali dengan pertemuan Rama, Laksmana dan Sugriwa. Dalam pertemuan itu, Rama mengatakan bahwa Hanoman menolak hadiah sebagai balas jasa ikut memerangi Rahwana.
Dalam cerita dituturkan, seusai perang, Rama membagi-bagi hadiah kepada para pahlawan kera yang sangat berjasa dalam perang di Alengka. Hadiah itu tidak tanggung-tanggung. Masing-masing kera menerima bidadari dari kahyangan yang cantiknya mungkin melebihi para selebritis di dunia ini.
Tapi khusus untuk Hanoman, bukan bidadari yang diberi sebagaia hadiah, melainkan kalung emas Dewi Sita. Kalung itu, dari segi harga mungkin tidak mahal, tapi memiliki nilai historis yang tidak ternilai. Kalung itu adalah mas kawin Rama, saat putri dari Matili itu menikah dengan putra mahkota Ayodhya.
Sikap Hanoman yang menolak hadiah itu ternyata disalahtafsirkan oleh Sugriwa. Sebagai paman Hanoman, Sugriwa mohon maaf kepada Rama atas sikap keponakannya yang dinilai tidak hormat itu. Sugriwa tak bisa memaafkan Hanoman, dan keponakannya itu pun diusir dari komunitas kera, setelah sempat disiksa.
Hanoman yang melakukan perlawanan kepada Sugriwa segera pergi entah kemana. Dalam perjalanannya, putra Dewi Hanjani itu mengubah dirinya menjadi raksasa dengan nama Kalapetak. Secara tak sengaja ia bertemu dengan raksasa bernama Kumbapranawa. Rakasa itu hendak menyerang Rama, karena ingin membalas dendam atas kematian Kumbakarna, gurunya.
Kalapetak pun sepakat bergabung dengan Kumbapranawa. Mereka sama-sama menyerang Rama. Dalam perang itu, Kumbapranawa gugur. Tapi Kalapetak tak bisa dikalahkan oleh pasukan kera. Rama pun kemudian turun tangan. Tapi ia tidak melepaskan senjata, melainkan sarana pemunah segala kekotoran. Sarana yang dilambangkan kayonan itu bisa mengubah Kalapetak ke wujudnya semula sehingga menjadi Hanoman kembali.
Sebagai abdi yang baik, tentu saja Hanoman segera menyembah Rama. Ia segera mohon maaf dan menyatakan bahagia mendapat sarana pemunah kekotoran itu. Kemudian Hanoman menjelaskan, mengapa menolak hadiah kalung emas, tiada lain karena ia bekerja tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan balas jasa berupa harta benda yang sifatnya duniawi. Yang ia inginkan adalah, diri Rama manunggal dengan dirinya. Dengan demikian, dimanapun dan kapanpun Hanoman selalu dapat mengingat Rama yang tak lain penjelmaan Wisnu di dunia ini. Dalam bahasa Sansekerta, mengingat dan menyebut nama Tuhan berulang-ulang disebut namasmaranam. Atas permintaan itu, Rama berkenan bersemayam dalam padma hredaya (hati) Hanoman.

Lakon yang disuguhkan Juanda itu, rupanya sudah diimbuhi kawidalang (karangan dalang) dari cerita sumbernya. Dalam versi India (yang dianggap sebagai sumber cerita Ramayana), Hanoman tidak pernah diceritakan diusir oleh Sugriwa akibat penolakan hadiah kalung emas itu. Hanoman diceritakan membuka dadanya dan yang masuk ke padma hredayanya adalah Rama dan Sita. Demikian pula tak pernah diceritakan, murid Kumbakarna bernama Kumbapranawa membalas dendam. Tokoh itu, rupanya hasil karangan dalang.
Lakon yang disuguhkan Juanda itu, rupanya sudah diimbuhi kawidalang (karangan dalang) dari cerita sumbernya. Dalam versi India (yang dianggap sebagai sumber cerita Ramayana), Hanoman tidak pernah diceritakan diusir oleh Sugriwa akibat penolakan hadiah kalung emas itu. Hanoman diceritakan membuka dadanya dan yang masuk ke padma hredayanya adalah Rama dan Sita. Demikian pula tak pernah diceritakan, murid Kumbakarna bernama Kumbapranawa membalas dendam. Tokoh itu, rupanya hasil karangan dalang.
Kawi dalang itu sah-sah saja, karena memang tidak merusak babon cerita. Penambahan itu mungkin saja dilakukan untuk memperkaya cerita dan menambah unsur-unsur dramatis sehingga dapat memancing emosi pendengar atau penonton. Apa yang diperoleh Hanoman, rupanya itulah hadiah yang tertinggi. Tidak ada hadiah yang lebih tinggi lagi selain dapat mengenang nama Tuhan tiap hembusan nafas.
Akan tetapi untuk dapat mencapai hal yang luar biasa dan istimewa itu, diperlukan usaha spiritual (sadhana) yang luar biasa pula. Bentuk sadhana itu adalah pengabdian yang tulus ikhlas. Pengabdian yang tulus ikhlas antara lain baru bisa dilakukan setelah berhasil mengubah sifat keraksasaan menjadi sifat kemanusiaan. Sifat kemanusiaan itu juga diubah menjadi sifat kedewataan. Dengan adanya sifat kedewataan itulah, maka akan menunggal dengan dewata. Dalam istilah Jawa, sebagaimana disebutkan Dalang Juanda, manunggalaning kawula lan Gusti.
Keagungan Ramayana
Dari segi seni pertunjukan, penampilan Juanda di malam itu tentu saja ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan Juanda terlihat ketika ia melantunkan lagu untuk sesendon. Vokalnya sangat pas untuk seni pedalangan. Penguasaan Juanda tentang isi kekawin, khusus untuk kebutuhan seni pedalangan rupanya sudah cukup memadai. Bahasa Kawi-nya pun cukup lancar. Akan tetapi cara penempatan lagu sesendon kadang-kadang kurang pas, sehingga bisa merusak suasana.
Selain itu, Juanda rupanya perlu memperpanjang tarian kera. Sebab, di sinilah salah satu ciri khas wayang Ramayana. Masyarakat awam sering menerjemahkan kata “ramayana” dengan istilah “ramai”. Jadi, mungkin maksudnya, wayang Ramayana itu mesti dipentaskan dalam suasana ramai. Masuk akal juga terjemahannya itu, karena kalau ada pertunjukan wayang Ramayana hanya diiringi 4 gender saja, alangkah sepinya pementasan itu.
Mengingat Sukawati (tempat kediaman Juanda) gudangnya wayang, maka Juanda sangat mungkin dapat menampilkan berbagai adegan tarian kera, sehingga akan menambah maraknya suasana. Dalang Sukawati yang lain, sering menampilkan adegan kera yang kocak-kocak, dan jika itu diulangi lagi, tidak akan terkesan basi, karena penonton PKB juga banyak yang baru.

Terlepas dari kekurangan itu, Juanda memiliki kekuatan, peluang dan kesempatan yang panjang untuk mengembangkan bakat pedalangannya. Pementasan wayang kulit di arena PKB yang mengangkat epos Ramayana, tentu saja memiliki berbagai makna yang patut dipetik. Sebab, Ramayana yang ditulis Maharsi Valmiki, adalah salah satu bagian dari Itihasa, memiliki pengaruh dan manfaat besar bagi umat manusia dalam melakukan pendakian spiritual.
Terlepas dari kekurangan itu, Juanda memiliki kekuatan, peluang dan kesempatan yang panjang untuk mengembangkan bakat pedalangannya. Pementasan wayang kulit di arena PKB yang mengangkat epos Ramayana, tentu saja memiliki berbagai makna yang patut dipetik. Sebab, Ramayana yang ditulis Maharsi Valmiki, adalah salah satu bagian dari Itihasa, memiliki pengaruh dan manfaat besar bagi umat manusia dalam melakukan pendakian spiritual.
Dalam Valmiki Ramayana disebutkan bahwa pahala membaca Ramayana antara lain: “Ia yang menginginkan kebahagiaan, hendaknya berkontemplasi kepada Sri Rama dan menceritakan epos Ramayana setiap hari. Ia yang ingin membaca seluruh cerita Ramayana tidak diragukan lagi akan mencapai Visnuloka. Mendengarkan, walaupun satu suku kata saja atau sebaris dari sloka Ramayana dengan penuh hormat, seseorang akan mencapai Brahmaloka dan mendapatkan penghargaan.”
Ramayana karya Maharsi Valmiki disebut Mahakavya yang artinya karya puisi yang agung. Cerita itu merupakan tuntunan mulia untuk seluruh umat manusia dan dinilai sama seperti tirta amerta, sama seperti Sungai Gangga yang maha suci. Mengingat keagungan dan kesuciannya itu, Ramayana yang dijadikan lakon dalam kesenian apapun memang patut ditonton.
By : Raja1
Sejarah Penyebaran Wayang Jawa
Wayang, adalah salah satu bentuk kesenian di Indonesia yang sangat poluler. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan wayang, yaitu yang terdapat pada prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi, yang mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang.
Prasasti berupa lempengan tembaga dari Jawa Tengah; Royal Tropical Institute, Amsterdam, contoh prasasti ini dapat dilihat dalam lampiran buku Claire Holt Art in Indonesia: Continuities and Changes,1967 terjemahan Prof.Dr.Soedarsono(MSPI-2000-hal 431).
Tertulis sebagai berikut:
Dikeluarkan atas nama Raja Belitung teks ini mengenai desa Sangsang, yang ditandai sebagai sebuah tanah perdikan, yang pelaksanaannya ditujukan kepada dewa dari serambi di Dalinan. Lagi setelah menghias diri dengan cat serta bunga-bunga para peserta duduk di dalam tenda perayaan menghadap Sang Hyang Kudur. “Untuk keselamatan bangunan suci serta rakyat” pertunjukan (tontonan) disakilan. Sang Tangkil Hyang sang (mamidu), si Nalu melagukan (macarita) Bhima Kumara, serta menari (mangigal) sebagai Kicaka; si Jaluk melagukan Ramayana; si Mungmuk berakting (mamirus) serta melawak (mebanol), si Galigi mempertunjukkan Wayang (mawayang) bagi para Dewa, melagukan Bhimaya Kumara.
Pentingnya teks ini terletak pada indikasi yang jelas bahwa pada awal abad ke-10, episode-episode dari Mahabharata dan Ramayana dilagukan dalam peristiwa-peristiwa ritual. Bhimaya Kumara mungkin sebuah cerita yang berhubungan dengan Bima boleh jadi telah dipertunjukan sebagai sebuah teater bayangan (sekarang: wayang purwa). Dari mana asal-usul wayang, sampai saat ini masih dipersoalkan, karena kurangnya bukti-bukti yang mendukungnya. Ada yang meyakini bahwa wayang asli kebudayaan Jawa dengan mengatakan karena istilah-istilah yang digunakan dalam pewayangan banyak istilah bahasa Jawa.
Dr.G.A.J.Hazeu, dalam detertasinya Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (Th 1897 di Leiden, Negeri Belanda) berkeyakinan bahwa pertunjukan wayang berasal dari kesenian asli Jawa. Hal ini dapat dilihat dari istilah-istilah yang digunakan banyak menggunakan bahasa Jawa misalnya, kelir, blencong, cempala, kepyak, wayang. Pada susunan rumah tradisional di Jawa, kita biasanya akan menemukan bagian-bagian ruangan: emper, pendhapa, omah mburi, gandhok senthong dan ruangan untuk pertujukan ringgit (pringgitan), dalam bahasa Jawa ringgit artinya wayang. Bagi orang Jawa dalam membangun rumahpun menyediakan tempat untuk pergelaran wayang. Dalam buku Over de Oorsprong van het Java-ansche Tooneel - Dr.W Rassers mengatakan bahwa, pertunjukan wayang di Jawa bukanlah ciptaan asli orang Jawa. Pertunjukan wayang di Jawa, merupakan tiruan dari apa yang sudah ada di India. Di India pun sudah ada pertunjukan bayang-bayang mirip dengan pertunjukan wayang di Jawa.
Dr.N.J. Krom sama pendapatnya dengan Dr. W. Rassers, yang mengatakan pertunjukan wayang di Jawa sama dengan apa yang ada di India Barat, oleh karena itu ia menduga bahwa wayang merupakan ciptaan Hindu dan Jawa. Ada pula peneliti dan penulis buku lainnya yang mengatakan bahwa wayang berasal dari India, bahkan ada pula yang mengatakan dari Cina. Dalam buku Chineesche Brauche und Spiele in Europa - Prof G. Schlegel menulis, bahwa dalam kebudayaan Cina kuno terdapat pergelaran semacam wayang.
Pada pemerintahan Kaizar Wu Ti, sekitar tahun 140 sebelum Masehi, ada pertunjukan bayang-bayang semacam wayang. Kemudian pertunjukan ini menyebar ke India, baru kemudian dari India dibawa ke Indonesia. Untuk memperkuat hal ini, dalam majalah Koloniale Studien, seorang penulis mengemukakan adanya persamaan kata antara bahasa Cina Wa-yaah (Hokian), Wo-yong (Kanton), Woying (Mandarin), artinya pertunjukan bayang-bayang, yang sama dengan wayang dalam bahasa Jawa.
Meskipun di Indonesia orang sering mengatakan bahwa wayang asli berasal dari Jawa/Indonesia, namun harus dijelaskan apa yang asli materi wayang atau wujud wayang dan bagaimana dengan cerita wayang. Pertanyaannya, mengapa pertunjukan wayang kulit, umumnya selalu mengambil cerita dari epos Ramayana dan Mahabharata? Dalam papernya Attempt at a historical outline of the shadow theatre Jacques Brunet, (Kuala Lumpur, 27-30 Agustus 1969), mengatakan, sulit untuk menyanggah atau menolak anggapan bahwa teater wayang yang terdapat di Asia Tenggara berasal dari India terutama tentang sumber cerita. Paper tersebut di atas mencoba untuk menjelaskan bahwa wayang mempunyai banyak kesamaan terdapat di daerah Asia terutama Asia Tenggara dengan diikat oleh cerita-cerita yang sama yang bersumber dari Ramayana dan Mahabharata dari India. Sejarah penyebaran wayang dari India ke Barat sampai ke Timur Tengah dan ke timur umumnya sampai ke Asia Tenggara.
Di Timur Tengah, disebut Karagheuz, di Thailand disebut Nang Yai & Nang Talun, di Cambodia disebut Nang Sbek & Nang Koloun. Dari Thailand ke Malaysia disebut Wayang Siam. Sedangkan yang langsung dari India ke Indonesia disebut Wayang Kulit Purwa. Dari Indonesia ke Malaysia disebut Wayang Jawa. Di Malaysia ada 2 jenis nama wayang, yaitu Wayang Jawa (berasal dari Jawa) dan Wayang Siam berasal dari Thailand.
Abad ke-4 orang-orang Hindu datang ke Indonesia, terutama para pedagangnya. Pada kesempatan tersebut orang-orang Hindu membawa ajarannya dengan Kitab Weda dan epos cerita maha besar India yaitu Mahabharata dan Ramayana dalam bahasa Sanskrit. Abad ke-9, bermunculan cerita dengan bahasa Jawa kuno dalam bentuk kakawin yang bersumber dari cerita Mahabharata atau Ramayana, yang telah diadaptasi kedalam cerita yang berbentuk kakawin tersebut, misalnya cerita-cerita seperti: Arjunawiwaha karangan Empu Kanwa, Bharatayuda karangan Empu Sedah dan Empu Panuluh, Kresnayana karangan Empu Triguna, Gatotkaca Sraya karangan Empu Panuluh dan lain-lainnya. Pada jamannya, semua cerita tersebut bersumber dari cerita Mahabharata, yang kemudian diadaptasi sesuai dengan sejarah pada jamannya dan juga disesuaikan dengan dongeng serta legenda dan cerita rakyat setempat. Dalam mengenal wayang, kita dapat mendekatinya dari segi sastra, karena cerita yang dihidangkan dalam wayang terutama wayang kulit umumnya selalu diambil dari epos Mahabharata atau Ramayana. Kedua cerita tersebut, apabila kita telusuri sumber ceritanya berasal dari India. Mahabharata bersumber dari karangan Viyasa, sedangkan Epos Ramayana karangan Valmiki.
Peta Penyebaran Cerita Wayang dari Cina
(Lihat: buku Traditional Drama And Music of Southeast Asia - Edited by M.Taib Osman, Terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur. Th. 1974)
Hal ini diperkuat fakta bahwa cerita wayang yang terdapat di Asia terutama di Asia Tenggara yang umumnya menggunakan sumber cerita Ramayana dan Mahabharata dari India. Cerita-cerita yang biasa disajikan dalam wayang, sebenarnya merupakan adaptasi dari epos Ramayana dan Mahabharata yang disesuaikan dengan cerita rakyat atau dongeng setempat. Dalam sejarahnya pertunjukan wayang kulit selalu dikaitkan dengan suatu upacara, misalnya untuk keperluan upacara khitanan, bersih desa, menyingkirkan malapetaka dan bahaya. Hal tersebut sangat erat dengan kebiasaan dan adat-istiadat setempat.
By : Raja
Wayang Kulit
Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata Ma Hyang artinya menuju kepada yang maha esa, . Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang(lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji.
Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji.
Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat
Sumber: WIKIPEDIA Indonesia
By : Raja1
Langganan:
Postingan (Atom)